09.41

Semuanya Mustahil Bagiku

>

Hidup dengan kenangan pahit membuatku sulit untuk menatap hidup. Bayang-bayang gelap seakan-akan senantiasa menjadi hantu disetiap ku menghela nafas. Kehancuran, kekecewaan,kegundahan bahkan penderitaan seakan-akan menjadi kawan bagiku, membuatku kian menjadi paranoid.tak ada kamus menang, sukses, bahkan bahagia dalam kehidupanku… semuanya telah penuh oleh sekelumit rasa ketakutan, kesedihan, kepenatan bahkan keterputusasaanku menerima tantangan hidup ini.
    Namaku kirani larasati Suherman. Saat ini usiaku genap 20 tahun sudah dan berstatus mahasiswi universitas swasta di Surabaya jurusan desine interior semester 4. Tak banyak yang mengenalku sebab selama ini aku banyak membatasi diriku untuk bersosialisasi. Bahkan kini aku putuskan untuk mandiri walaupun aku masih mempunyai seorang papa yang lumayan mampu untuk membiayaiku hingga lulus pun. Papaku seorang direktur di sebuah perusahaan minuman di daerah Jakarta, namun hal itu tak pernah membuatku bangga yang ada hanyalah kekecewaan serta harapan untuk tidak bertemu dengan papa lagi. Bagaimana bisa aku menyayangi seseorang yang kuanggap sebagai biang keladi dari suramnya hidupku.
    Cerita ini berawal dari ketika aku masih duduk di bangku SMP. Papaku dinas diluar kota hingga beberapa hari lamanya. Entah darimana ibu mendapatkan kabar jika papa pada saat itu melangsungkan pernikahan dengan gadis sunda yang usianya 10 tahun diatasku. Geram mendengarkan kabar burung tersebut, ibu memutuskan untuk membuktikan sendiri dengan menghadiri pernikahan tersebut dialamat yang diberitakan oleh penelepon gelap tadi.  Saat itu ibu mengajak si kecil Alea yang di antarkan oleh sopir yaitu pak Darman. Namun naas, mobil yang dikendarai ibu mengalami kecelakaan. Mobil ibu ditabrak oleh bus yang menuju kea rah Jakarta. Seketika mendengar berita tersebut aku, yang saat itu masih menempuh pelajaran dikelas langsung histeris begitu polisi menghubungi ponselku.
    Kabar burung yang kuharapkan hanya sekedar iseng ternyata menjadi sebuah kenyataan yang teramat pahit bagiku. Papa benar-benar menikahi wanita itu. Wanita yang lebih pantas menjadi  anaknya. Sebab usia papa saat itu bukanlah usia remaja yang pantas untuk bersenang-senang melainkan usia menuju kedewasaan yaitu  46 tahun, namun hal itu tak dapat ku rubah smeuanay terjadi begitu cepat. Penyesalanku akan menjadi sebuah penyesalan yang akan terus ada di dalam kehidupanku kemaran , esok dan seterusnya.
    Cukup sudah 3 tahun aku hidup dengan nenek sihir. Wanita itu seakan-akan ingin menguasai  semuanya, harta, papaku serta semuanya…hidupku seakan-akan menjadi gila jika aku terus bersamanya. Papa tak pernah paham apa yang kurasakan. Papa tak pernah mengizinkan ku untuk tinggal sendiriran diluar sana sebelum aku menginjak bangku kuliah. Inilah momen bagiku untuk keluar dari sangkar-sangkar penderitaan yang senantiasa kusimpan rapat-rapat. Meskipun tinggal satu rumah saja, aku tidak pernah bercakap-cakap dengan nenek sihir walaupun sebentar saja. Huh… aku dapat sedikit bernafas lega
***
Sewaktu siang saat pulang kuliah
    “Rani… nanti jangan lupa kita harus menghadap pak Didi buat tugas kelompok kita”teriak desy.
    “Ok…”sahutku sambil mengacungkan jempolku karena setelah itu aku segera meluncurkan motor Mioku ke jalan beraspal tersebut. Segera akupun telah meninggalkan kampus.
    Tokoh buku Primagama di jalan basuki rahmat kini adalah tujuanku. Aku sedang mengalami kepenatan akibat tugas yang tak kunjung selesai. Biasanya aku pergi dengan anak ibu kosku namun karena hari ini dia sibuk jadinya kuputuskan utnuk pergi seoramg diri. Anak ibu kostku kebetulan seorang cowok yang usianya hanya terpaut 1 tahun diatas ku. Saat ini dia sedang proses pengajuan skripsi, namanya lintang .  beliau memang cerdas pantas saja sewaktu SMA dia mengalami percepatan sehingga wajar jika waktu skripsinya lebih secapt dari waktu seharusnya. Karena kedekatan inilah akhirnya kita seperti adik kakak, sebab kak Lintang sendiri sudah meiliki seorang gadis yang senantiasa diceritakannya padaku sehingga tak mungkin kak Lintang ada perasaan padaku.
    Hm,, entalah sejak peristiwa tragis yang merenggut kebahagiaan keluargaku tersebut, aku tidak bisa jika harus merasakan cinta kasih seperti orang pada umumnya. Semuanya membuatku kian sakit, tidak percaya bahkan sesuatu yang amat sulit kuterima. Wajar saja jika teman-temanku sudah biasa dnegan perilakuku tersebut karen aberulang kali pula aku bersikap yang seakan-akan kurang wajar dimata mereka seperti halnya menolak smeua orang yang ingin menjalin hubungan bahkan parahnya berusaha untuk senantiasa menghindari itu semua. Akupun sadar diri bahwa aku juga tidak terlalu cantik, namun hatiku yang sulit menerima tawaran kasih saying orang lain yang melebihi persahaabatan, seakan-akan aku tak kuasa sehingga dengan berat hati ku tolak mereka dengan halus. Bukan berarti aku sombong namun rasa sakit ayng kurasakan begitu sulit menerima kenyataan yang seharusnya menjadi fitrah dasar manusia tersebut. Oleh sebab itu hanya orang-orang yang murni bersahabat dneganku yang akan senantiasa kudekati sedangkan yang lebih dari itu maka maafkan aku jika aku akan menghindaranya.
    Setelah kuparkirkan motorku, akupun segera menyusuri pintu masuk untuk mulai melakukan pencarian pada buku-buku yang dapat membuatkau refresh kembali. Biasanya ynag kupilih jika bukan novel, komik namun kini mataku berhenti di buku-buku motivasi yang terpajang rapi di pojok ruangan. Begitu hendak mengambil buku tersebut , tiba-tiba ada seseorang yang berdiri dan menyenggolku… “auh…” jeritku spontan.
    “ maaf-maaf….”katanya seraya memegang tanganku yang terkena kepalanya tadi.
    “ya…” akupun segera pergi. Sebab aku tidak mau berlama-lama disana , aku takut orang tersebut menajdi tidak nyaman karena merasa bersalah padaku. Akhirnya akupun kembali ke tempat tumpukan novel –novel yang di diskon hingga 50 % karena sudah out of sale.
    “ hei… kamu yang indekost dirumahya lintang kan…!!!”ujar seseorang dibelakang telingaku. Membuatku tidak nyaman karena orang tersebut ketika berbicara sangat dekat sekali denganku sehingga desahannya terdengar jelas sekali. Akupun menoleh, ternyata lelaki yang menyenggolku tadi. Akupun tersenyum dengan sedikit mengangguk-anggukan kepala walaupun sebenarnya aku juga bingung bersikap seperti apa. “namaku Raja…Raja adiswara.”ujarnya lagi sambil mengangkat tangannya. Akupun menjabatnya…”rani…namamu rani kan!!!” jawabnya secepat kilat,padahal seharusnya yang menajwab kan aku. Aneh…akupun diam, karena bingung harus berbuat apa.
    “aku sudah mengenalmu lama sekali sejak kamu indekost disana… lintang banyak cerita tentang kamu,hm…katanya kamu  sudah dianggapnya adik kan !!!. Namun ketika aku disana kamu sennatiasa berada didalam kamar. So, pantas kita ga’ pernah ketemu ”cerocosnya. Kupandangi wajahnya, entalah apakah aku pernah bertemu sebelumnya atau malah tidak sama sekalu. Yang pasti dia temannya lintang. Dan lintang sudah paham tentang aku sehingga dia tidak pernah memaksaku untuk mengenal teman-teman yang datang kerumahnya.
    “lagi cari buku apa?”suaranya tepat dibelakang telingaku.
Orang ini lama-lama membuatku kian sebal. Ada saja yang ditanyakan apa dia tidak paham ya jika aku semakin tidak nyaman dengan kehadirannya. Kugelengkan kepalaku yang berrati aku sendiri tidak paham apa yang hendak ku beli.
“nich..” sodornya padaku. Kulirik sekilas, buku motivasi karangan entalah tertutup oleh jemari raja namun yang dapat ku lihat dengan jelas adalah judulnya “ Melawan Mimpi Buruk di masa Lalu”. Aku semakin aneh dnegan Raja seakan-akan dia tahu tentang aku, apakah lintang  menceritakan masalaluku padanya. Tapi hal itu mustahil dilakukan oleh seorang lintang…
Seakan-akan dia dapat membaca pikiranku kemudian dia berkata lagi “ setiap orang punya masalalu, bahkan tidak ada yang tidak punya  masa lalu. Termasuk aku. Yang terkadang ketika kita mencoba melirik kemasa lalu seakan-akan kesuksesan telah meluapan kita akan kerja keras dan kompetisi yang panjang namun begitu kita jatuh semuanya membuat kita sulit untuk berdiri. Nah, aku sendiri punya pengalaman yang tidak enak dimasa lalu yang membuatu sulit untuk melupakannya bahkan ketika aku gagal saat ini semaunay kuhubungkan dengan masalaluku seakan-akan aku menkambing htamkan masa laluku padahal hal itu tidak seharusnya begitu sebba kita yang menentukan adalah kita… buku ini menjelaskan kita tentang pengetahuan tersebut. Dan menurutku sangat bagus entah menurutmua…?” kupandangi dia yang menurutku pengalamannya sangat persis denganku. Dan buku ini seakan-akan cocok untukku. “bagus…buku ini bagus sekali”jawabku terbata. Utnuk menghemat waktu maka akupun memutuskan untuk pulang. “ran…kalo aku kesana keluar ya dari kamar…” ujarnya di penghujung pertemuan yang tanpa direncanakan tersebut.
Setelah menempuh perjlanaan kurang lebih 30 menit untuk sampai ketempat kostku, akupun berencana untuk merebahkan tubuhku yang sudah minta jatah untuk diistirahatkan. “assalamualaikaum…”sapaku paada Bu Irma yang sangat baik padaku. “waalaikum salam, nak rani dtunggu lintang dari tadi “
Ku pun mengerutkan dahi “ada apa bu, kok tumben…!!!”pikiranku pun menerawang untuk menebak-nebak maksud gerangan lintang mencariku.
“entalah…nak rani temui sendiri ja.. orangnya ada di depan kamar nak rani…”suara lembut bu irma membuatku kian randu pada bunda…
“ya bu… rani duluan,,”pamitku dengan mencium tangannya. Bu Irma ini seperti ibuku sehingga karena beliau sangat baik padaku maka akupun menagnggapnya sebagai ibu kandungku.
“ kak lintang tumben nich..cari aku, ada apa????”jeritku sedikit manja padanya.
“eh ni anak, baru nongol.. bukannya kamu seharusnya pulang dari tadi???”selorohnya sambil mengacak-acak rambutku.
Mendapat pertanyaan tersebut akuppun nyengir… “Dari Gramedia…”.
“oh..hm, ran entar kamu ada acara ga?”tanyanya lagi sambil menjajariku berdiri
“emang mau kemana?”kupandangi laki-laki setinggi 170 cm tersebut.
“bantu aku cari kado buat dewi ya…entar sebagai balasannya aku traktir dech…!!!”suaranya sedikit memelas, membuatku geli
“ditraktir…”ulangku menandakan jika balasannya tidak membuatku tertarik
“kan anak kost-kostan pasti uangnya terbatas”imbunya lagi
“kata siapa, sok tahu, uangku kan…”Ups aku baru inget !aku kan ngomongnya di Lintang anaknya pedagang toko kelontong di Jakarta. Jadi dia ga’ tahu kalau sebenarnya semua kebutuhanku lebih dari cukup..
“emang uangmu berapa???”
Hehe..hehe  akupun nyengir kuda… “iya…entar ja. Sekarang aku mau tidur dulu…uangku Cuma cukup buat makan 1 minggu….” Dengan segera kututup pintu kamarku
“ok, rani cantik thanks ya..”
“kalau ngomong gitu lagi ga jadi batuin ah…”teriakku dibalik jendela yang dapat dibuka 45 derajat tersebut.
“ih ni cewek apa monyet ya… dipuji cantik  ga’pernah mau . ya udah di  ralat dech, rani jelek…”
“bagus…bagus…” kataku sambil menutup daun jendela tadi.
Hari-hari yang menyenangkan, pikirku.
***
    Titititttt…..tititti…..
    Suara SMS sedari tadi terus memekakan telingaku. Akupun kian jengkel, merasa bahwa speertinya orang itu tidak mau sabar. Padahal dia harus menyelesaikan acara mandinya dahulu sebelum nantinya dapat membuka isi pesan tersebut. Hush… dengusku kesal
    Sedetik kemudian aku mendengar nada derangku yang kupilih karena begitu menyukainya yaitu lagu Bondan, Ya sudalah terus bersuara tanpa mau berhenti. Siapa sih? Pikirku kian kesal
Dengan segera akupun menghampiri telepon genggamku…kuangkat telepon tadi sambil emnahan amarahku. “hallo…”
“rani kapan mau pulang…?” terdengar suara lelaki paruh baya diseberang telepon itu.
“ran, sudah 2 tahun ini kamu tidak pernah mau kerumah….apa sebenarnya yang terjadi??” akupun hanya diam. Semakin aku mendengarnya semakin aku merasakan diriku semakin muak padanya.
    “sudahlah…jangan pernah menyuruhku untuk pulang.” Sahutku ketus
    “apa yang membuatmu tidak mau pulang ran…?”Tanya laki-laki itu dnegan nada yang begtu halus…
    “apa perlu aku menjawabnya…sudah lama aku menginginkan kehidupan yang seperti ini, sudahlah papa jangan memaksaku lagi. Aku sudah cukup menderita. Mengapa papa terus merongrongku untuk terus menuruti kemauan papa yang begitu egois. Apakah papa menginginkan nasibku seperti bunda, seperti alea?” bentakku.
    Emosiku smeakin labil. Sulit terkontrol bahkan aku tak tahu apa yang baru saja kukatakan.
     “rani…bicaramu semakin ngawur…” Tut…tut..tut… kututup telepon itu dengan segera.
    Ya… tuhan aku semkain tidak sanggup…. Ketika aku disini aku berharap bahwa aku dapat melupakan semuanya…semuanya. Namun usahaku seakanakan gagal dalam hitungan detik hanya karena telepon yang baru saja kuterima…
    Tak terasa air hangat keluar dari sudut mataku… aku rapuh…rapuh sekali…. Jika saja aku sudah menuntaskan balas dendamku maka aku akan meninggalkan semuanya. Namun rasa sakitku ini membuatku bertahan, membuatku terus bersemangat agar jangan berhenti sebelum semuanya dapat kuwujudkan….
***
    “ sendirian..?” tanya seseorang yang menurutku suaranya sudah tidak lagi asing ditelingaku. Siapa lagi kalau bukan Raja. Raja…orang yang senantiasa menggangguku beberapa bulan ini. Entalah…orang ini seperti angin yang berhembus kapan saja , sesuka hati tanpa bisa kukendalikan atau ku hindari sebab dia akan senantiasa masuk melalui celah-celah walau sekecil apapun tanpa aku sadari. Dimana pun aku berada dia seakan-akan senantiasa ada didekatku, bahkan handphoneku pun senantiasa penuh oleh pesan singkatnya maupun panggilannya, apa yang kukerjakan dia pasti tahu, bahkan aku pergi kemanapun dia pasti juga berada disana. Sampai sekaarng ,akupun begitu penasaran dengannya , apakah yang sebenarnya diinginkannya dariku hingga begitu intensnya dia memonitorangku. Tidak hanya itu saja selain menajdi bayang-bayangku dia senantiasa mencari gara-gara denganku, seperti berebut tempat duduk, dengan sengaja ikut makan bersama ketika dikantin, mengantarkan jemput aku walaupun dengan memaksa, bahkan setiaphari sering memberiku cokelat ataupun bunga hingga semua temannku juga tahu akan hal itu. Memalukan!!! Bahkan dari caranya bicara aku tahu jika dia juga memegang kartu as-ku yang sebenarnya. Hal ini terbukti dari pertemuan beberapa saat yang lalu ketika tanpa sengaja aku menyenggolnya saat mengambil buku diatas lemari toko buku. Dan dia segera meminta ganti rugi padaku dengan menyuruhku untuk mentraktirnya. Masih terangat jelas apa yang dibicarakannya padaku yaitu “ kamu kan berduit, jadi untuk mentraktirku bukan menajdi sesuatu yang menyusahkan bagimu…”. Siapakah dia?
    “kenapa sich kamu senantiasa mengangguku???”ujarku sedikit keras padanya.
    “emang salah yach,,, jika aku ingin berteman denganmu. Yach, kamunya aja yang tidak mau membukakan kesempatan padaku untuk mengenalmu. Tapi whateverlah…aku kan tahu siapa kamu sebenarnya!!!”timpalnya sambil duduk disampingku.
    “gerah aku didekatmu…sana! jangan duduk disini?”usirku sambil mendorongnya. Namun sulit sekali sebab dia terlalu berat untuk kudorong. Diapun memegang tanganku…dan mendekatkan kepalanya tepat didepan wajahku dengan jarak hanay 5 cm didepan hidungku ”eits… ini tempat duduk umum yach, aku kuliah disini bayar juga…jadi status kita sama. So, ga bisa kamu usir-usir aku” marahku
    “lepaskan…!!!”kataku sedikit menyerangai karena pegangannya begitu kuat sekali. Diapun pura-pura tidak mendengarkannya sambil menaruh tanganku diatas pangkuannya.
    “gila.. kamu itu gila… lepaskan…”teriaku sambil berdiri dari dudukku. “cepetan lepasin…jangan buatku marah…kalau kamu ga’ mau pergi ya sudah biar aku yang pergi”tinggi suaraku sekaan tidak terkontrol. Untung ditaman belakang kampus ini sepi.
    “ust.. bisa ga’ sich kamu ini sedikit lembut..”ditariknya tanganku hingga akupun terduduk lagi disampingnya.
    “duduklah aku tidak akan membuatmu terluka…percayalah…”ujarnya begitu lembut sekali. Dengan dongkol kuturuti kemauannya sebab pergelanganku semakin sakit ketika aku semakin berontak. Aku smekain merasakan berada pada bahaya, sebab dia seperti tokoh-tokoh psikopat yang ada pada buku cerita ayng serang kubaca. “ kamu itu terlalu keras kepala dan pendendam. Seandainya kamu sedikit berubah maka kamu adalah wanita yang sempurna. Kamu itu pintar, mandiri namun karena dendammu kau begitu menjadi sosok yang brutal…”dia berkata tanpa memandangku.
    “ jangan sok tahu,,,karena kamu ga’ tahu apa-apa tentangku” kataku dengan sedikit kukontrol amarahku. Akupun senantiasa mencoba mencari kesempatan untuk melepaskan tanganku dari genggamnannya. Namun, tidak  pernah berhasil sebab genggamannya begitu kuat sekali dan dia sangat sigap sehingga tidak ada peluang bagiku. “apa maumu?”tanyaku menahan di titik puncak amarahku.
    “kamu berubah…”katanya mantap sambil memandang mataku lurus dan begitu dalam. “aku tidak mau melihatmu menjadi sosok wanita yang begitu keras, brutal dan suka menyakiti orang lain terutama papamu…”
    “siapa sich kamu….?” Membuat emosiku smekain memuncak….
    “aku orang yang sangat peduli padamu…”jawabnya pasti
    “aku tidak butuh rasa simpatimu…”kutarik tanganku… “lepaskan….auwh…”rasa sakit semakin terasa begitu aku juga kuat menarik tanganku. “cobalah peduli dengan sekitarmu…jangan keras kepala. Jika kamu diam maka kamu tidak akan meraskan sakit. Namun, kamu yang mencari rasa sakit itu”
    “ha,,,”balasku dnegan mimik mengejeknya. Dia siapa? Mengapa dia berani menghakimiku. Dasar psikopat.
    “aku tidak pernah mencari rasa sakit itu…hanya orang yang bodoh yang ingin merasakan sakit. Tapi kamu dan mereka semua yang menyakitiku….lepaskan…”bentakku
    “ Kirani larasati suherman…aku tahu apa yang kamu rasakan. Percayalah… papa kamu , aku dan semuanay paham akan hal itu. Namun kamu tidak pernah memberi papamu maupun kami kesempatan untuk menunjukkan bahwa kita semua sayang padamu….kamu sudah seperti batu ran, beku, keras dan bersifat destroyer yang senantiasa menganggap kita senantiasa salah dan menyakitimu.coba sedikitlah melihat kami semua dengan sudut pandang yang berbeda. Bahkan dengan orang yang kamu percayai pun kamu juga tertutup padanya dengan memberi identitas palsu…karena kamu juga berbohong dengan LINTANG”
    “ah….diam….diam……. aku tiak mau mendengarkan…..”teriakku disusul dengan tangisan yang sedari tadi kubendung namun  semuanya telah meluber deras… hiks..hiks,,
    Raja pun melepaskan genggamannya. Dia merengkuhku kemudian memelukku… beberapa saat kemudian akupun menangis dalam pelukannya. “maafkanlah aku ran…aku tidak ada maksud sedikitpun menyakitimu…” aku pun merasakan kehangatan yang selama ini sudah tidak pernah akurasakan sejak aku kehilangan keluargaku. Seandainya aku dapat merasakan kehangatan seperti ini setiap saat… Ups… mengapa aku malah bergelayut dengan Raja… ini benar-benar gila…
    “ lepaskan… lepaskan… aku tahu apa tujuanmu sekarang. Kamu suruhan papa kan…? aku tidak akan pernah tertipu. “ujarku sinis padanya. “jadi jangan mencoba mendekatiku lagi..jika kau masih berani mendekatiku maka kau akan tahu balasannya….”ancamku sambil beranjak pergi.
    Beberapa langkah aku berjalan, badanku pun ditarik seseorang hingga membuatku membalikkan badan. Cups…bibirnya telah menyentuh bibirku. “jika aku suruhan papamu…apakah papamu juga menyuruhku untuk jatuh cinta padamu”ujarnya . akupun tegang tanpa bisa berbuat apa-apa. Kemudian raja pun berlalu.
    Gila………ini benar-benar gila. Apa yang dilakukannya,  Beraninya dia…………….
***
Hidupku benar-benar sempurna, sempurna untuk terus menderita. Sepertinya semuanya ingin senantiasa mempermainkanku. Menggodaku agar aku tidak bisa hidup dengan tenang. Seperti halnya saat ini. Entah sejak kapan aku mulai merandukan Lintang untuk menghiburku, untuk senantiasa berada disampingku dan ini bukan seperti biasa yang kuharapkan. Dan perhatiananya kupikir, tidak ada seseorang lawan sejenis sesayang itu padaku jika hanya menagnggapku adik saja. Sebab diantar akita pun tidaka ada ikatan apapun. Tiap malam aku sukar tidur hanya untuk memikirkan ini. Namun penafsiranku salah besar…Lintang tidak pernah merasakan speerti apa yang kurasakan padanya. Hal ini membuatku begitu sedih…itulah yang kutangkap dari pembicarannya dengan Dewi….
“sayang…sebenarnya aku tidak suka kedekatanmu dengan Rani…”suara dewi terdenganr manja sekali. Hatiku hancur.
“sudahlah…jangan terlalu menaruh rasa cemburu pada rani. Aku hanya kasihan padanya… sebab dia disini seorang diri dengan permasalahan keluarga yang lumayan jadi dia sangat kesepian dan butuh teman…jadi pahamilah…”
“sungguh… kamu hanya kasihan…”rengek dewi. Sambil bergelayut lintangpun mengangguk.
Sakit mendengar ucapan lintang yang kupikir merasakan seperti apa yang kurasakan namun semuanya berbeda. Aku tidak sanggup untuk menguping pembicaraan 2 orang tersebut maka kuputuskan untuk pergi sejenak dari tempat indekost tersebut untuk sedikit menenangkan diri. Aku ingin menangis sejadi-jadinya…aku ingin melupkan apa yang kurasakan……
Bagaimana tidak, setelah sekian lama aku mencoba tegar untuk hidup diatas kakiku sendiri ternyata itu juga membuatku kian menderita sebab kegersangan yang kurasakan kian menjadi dan semakin mengusikku kemudian menawarkan warna yang begitu berbeda hingga kesejukkan mulai kurasakan ketika mempunyai teman berbagi. Bertahun-tahun lamanya kucoba membekukan hatiku namun begitu mencair ternyata mengalir pada tempat yang salah. Ya Allah mengapa aku begitu bodoh dengan cepat sekali menafsirkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan hingga kini aku pun kecewa begitu kecewa.
Untuk sedikit mengurangi rasa sakit yang kurasakan maka akupun pergi serta masuk kedalam rumah makan “bakso kepala sapi”. Setidaknya beginilah aku ketika hendak mengurangi rasa stress yaitu dengan makan makanan yang pedas. Dengan segera begitu datang pesanannku maka kusambar sambal yang seadri tadi menunggu, kumasukan sambal tersebut lebih dari 4 sendok…. Ketika kumasukkan sambal pada  hitungan kelimanya tanganku dihentikan oleh sepasang tangan yang tiba-tiba mengambil alih sendok sambal beserta sambal tersebut dariku. Dia!!!
“kupikir sudah cukup pedas, sehingga lebih baik kamu hentikan untuk menambahnya lagi kirani….”
Lagi-lagi  dia. Pikirku dalam hati. Menambah maslah baru saja. “apa pedulimu…”suaraku terdengar berat. “sangat peduli…aku sangat peduli padamu “ suaranya terdengar begitu lembut dan meneduhkan, namun nafsu makanku hilang meliahtnya tepat didepan mejaku . tanpa pikir panjang akupun beranjak dan menuju kasir, kubayar pesananku kemudian kutinggalkan dia.
“hm…hm…”terdengar batuk-batuk disampingku.
“sudahlah jangan mengikutiku, aku ingin sendiri…” namun tidak ada jawaban melainkan suara yang terdengar seperti menahan tawa. Penasaran , aku pun menoleh… ups, ternyata pelayan bakso kepala sapi.” Oh maaf mas, ada apa?”
“ya..mb. ni baksonya belum dimakan sama sekali kok sudah pergi. Ada yang salah ya mb?”tanya pelayan tersebut dengan polosnya.
“oh ga.. mas maaf, saya terburu-buru….maaf ya mas… nanti lainkali saja saya teruskan makannya. Terimakasih!!” aku pun segera pergi. Bodoh…bodoh…
“kalau aku ya… malu tadi. Mau taruh mana mukaku….”suara sumbang kembali menggodaku. Yang ini pasti Raja.
Aku diam dan terus berjalan tanpa sedikit pun  menghiraukannya.
“tumben mana motornya mbak….” Orang ini tetap saja tidak mau menyerah.
Aku tidak amu mendengarkan. karena yang kuinginkan hanya menagis sepuas-puasnya. Bukan meladeni orang gila itu. Sehingga akupun berhenti tepat di halte bus. Karena aku ingin pergi ke suatu tempat yang dapat membuatku tenang….
“mau kemana sich ran…”tanyanya lagi seakan-akan memang senang menggodaku. Orang-orang ayg dihalte pun melihat kami sambil senyum-senyum sendiri.
Begitu ada bus yang berhenti maka aku pun segera menaikinya. Ternyata raja pun menyusul naik ke dalam bus. Aku duduk dekat jendela dengan seorang bapak tua. Sedangkan dia tepat di belakangku. Karena hari itu busnya penuh maka dia tidak bisa memilih tempat melainkan hanya mengisi kekosongannya saja. Well, aku sangat ingin sendiri, dengan sedikit meratapi nasib yang senantiasa tidak pernah mujur padaku. Semuanya seperti mempermainkanku.
Di perempatan jalan pak tua pun turun, kemudian bangku ku diisi oleh seorang laki-laki dengan perawakan besar dan bertato. Bajunya terbuat dari jins belel yang sudah mulai usang. Celananya juga bernasib sama dengan baju yang dikenakannya. Rambutnya sedikit gondrong dengan sabuk yang terbuat dari rantai-rantai besar. Melihat orang disampingku akupun bergidik . apalagi ketika orang tersebut terus melihatku. Aku menoleh kebelakang, Raja menatapku dengan tatapan yang sepertinya mengisyaratkan padaku bahwa dia menanyakan apakah maksudku menoleh padanya. Kukernyitkan bibirku. Kemudian dia berdiri dan berbicara pada orang disampingku…
“permisi mas, boleh tukar tempat duduk… Dia …” belum sempat dilanjutkan orang itu sekaan-akan paham degan menyambar cepat “oh..iya saya tahu…kalau begitu saya kebelakang”. Ah… untung ada raja. Hatiku seakan-akan tenang.
Sesaat kemudian kami pun sama-sama terdiam tanpa sepatah katapun. Kemudian raja berbisik padaku “bilang terimakasih padaku karena aku telah menolongmu”
Akupun menoleh dengan tatapan kosong. Kemudian pandangan kami pun bertemu. Setelah itu akupun kembali menatap jendela yang memerlihatkan pemandangan yang begitu indah. Tiba-tiba Raja meremas jemariku. Akupun terdiam. Tanpa berkomentar apapun. Keheningan inipun buyar tatkala seseorang datang menanyakan tujuan kami “kemana mas dan mbaknya?” akupun merogoh celanaku. Busyet, aku tidak mengantongi apapun didalam kantongku.
“uangku…”ujarku lirih sambil terus merogoh-rogoh celanaku. “terminal 2 pak”raja lagi-lagi membantuku. Ini semakin membuat hutang budiku padanya semakin menumpuk. “thanks…” suaraku terdengar sangat lirih. Raja hanya tersenyum menatapku.
    Begitu bus berhenti diakhir penghujung. Akupun turun. Dan bingung harus kemana tanpa bekal sedikitpun. Akupun minggir ke tiang-tiang penyanggah. Aku duduk dan kembali melamun.
    Raja menarik tanganku. “berdiri…aku akan mengajakmu kesuatu tempat”. Aku hanya menurut saja mengikuti langkah raja kemanapun dengan gontai. Wajahku seakan-akan tidak menunjukkan  ekspresi apapun. Bahkan baju yang sudah kukenakan pun sudah lusuh.
    Raja naik ke bus luar kota. Aku hanya menurut saja. Arah bus itu adalah malang. Itupun aku tahu karena kondekturnya dari tadi meneriakkan. Busnya masih sepi, sehingga masih menunggu penumpang yang selainnya. Raja menyuruhku memilih tempat duduk. Aku pun memilih dua tempat, dan berada dipojok dekat jendela. Sebelum aku benar-benar menatap jendela, kulirik raja. Dia kemabli tersenyum manis sekali padaku. Kemudian suasana kembali hening tanpa ada suara diantara kami.
“kamu selalu baik padaku?”tanyaku pada raja
“apa?oh…baik. sudah kuucapkan berulang kali, aku peduli padamu.”
“aku tahu itu, namun yang tidak pernah aku pahami alasanmu peduli padaku?”suaraku kian melemah.
“kalau kamu tahu pasti kamu tidak akan mau berada didekatku…”ujarnya lirih. Dia menatapku, mungkin, wajahku menggambarkan ekspresi sayu sehingga raut mukanya berubah menjadi iba. Diapun merangkulku. Kurasakan sebuah ketenangan yang sangat membuat hatiku seperti tersiram oleh sesuatu yang dingin. Hangat dan nyaman rasanya.
“kau pernah jatuh cinta?”pertanyaan yang tiba-tiba saja muncul tanpa sebelumnya terpikirkan olehku.
“ya…”jawabnya pasti.
“apa kau bahagia dengan cinta?”
“ya…”
“apa kau bisa memiliki orang yang kau cintai”
“tidak?atau lebih tepatnya belum”
“lalu menagapa kau bahagia sementara kau sendiri belum bisa memilikinya? “ tanyaku sekali lagi padanya
“karena aku cinta dan tidak pernah peduli apa aku bisa memilikinya atau tidak. Yang aku pedulikan apa aku bisa emmberikan yang terbaik hingga orang yang kucintai tersebut bahagia…itu sudah cukup bagiku”
“hm..” desahku. Kemudian aku pun diam begitu juga raja.
“kau hebat …pasti beruntung orang yang kau cintai”pujiku padanya.
“entalah, hal itu tergantung apakah dia merasakan hal yang sama atau tidak. Jika dia tidak merasa beruntung sepertimu maka itu juga sama saja ”.
Apakah seperti itu diriku? Senantiassa tidak mau bersyukur terhadap orang-orang yang mencintaiku. “kau salah….”
“maksudmu…?”tanyanya lagi.
“aku tiak pernah mempunyai orang-orang yang mencintai aku sepertimu?”balasku lirih.
Raja terus membelai rambutku. Aku seperti merasakan berada dalam dekaban orang tuaku. Dari gerakan inilah aku menemukan kehangatan keluarga yang selama ini kurandukan.
“kamu tidak pernah mau menyadari…”balas raja.
“apa yang kau lakukan ini sebagai wujud kalau kau menyayangiku?”tanyaku sedikit mengaco.
“bisa dibilang begitu…”jawabnya. Namun sepertinya aku kurang mempercayai apa-apa yang dkatakan oleh raja. Mana mungkin dia menyayangiku sebab selama ini dia banyak menyakitiku daripada menyayangiku. Ada yang membuatku tersentak, sehingga akupun menata dudukku dan melepaskan pelukan raja.
“kenapa…?”tanyanya bingung. “tidak “jawabku…. Aku merasakan nervous dan sedikit salting duduk didekatnya. Aku baru tersadar jika dadaku berdebar kencang.
Raja kembali meraih tanganku untuk digenggamnya. Dengan bingung, kutarik jemariku. Hatiku bergetar hebat. Lebih hebat ketimbang ketika aku didekat lintang. Apa ini? Perasaan apa ini? Untuk menghindari kekalutan hatiku menghadapi raja yang terus menatapku tajam maka aku pun berpura-pura tidur dengan bersandar pada jendela. Tanganku kumasukkan dalam kantong jaketku. Raja hanya menatapku, kemudian membiarkanku.
***
“ran…ran bangun!”usap raja lembut dikepalaku. Sedikit demi sedikit kubuka mataku.
“kita mau kemana?”tanyaku linglung.
“liburan sejenak…kalau kamu udah merasa baikan kita balik”
Ditariknya tanganku unutk menuruni bus yang berhenti di sebuah terminal MALANG. Pantas saja begitu dingin, tapi sangat sejuk sekali. Kutarik baju raja dan raja berucap“ya…”
“aku lapar sekali…”ujarku sedikit ragu
“kita kepenginapan saja yach, sekalian makan dan istirahat disana. Ini sudah malam.”
Akupun hanya mengangguk. Kuikuti langkah cowok jangkung tersebut. Ada perasaan nyaman sekali berada didekatnya. Namun kurasakan hawa dingin yang terus menusuk ke tulangku. Baju katun pink yang kukenakan dengan stelah jins membatku semakin merasakan kedinginginan yang amat sangat. Sebenatar-sebenatar, tanganku ku katupkan dan kutiup berharap dingin ynag kuraskan sedikit berkurang. Raja melihat tingkahku yang mengaggu tersebut kemudian jaket kaos berwarna abu-abu dilepaskannya. “pakailah ini”
“tapi kamu juga butuh…”elakku
“setidaknya aku jauh lebih kuat dibandingkan dirimu. So, pakai ja…” kuterima jaket tersebut dan kukenakan.
“raja ….”panggilku dengan menghentikan langkah kakiku.
Diapun berhenti dan berpaling menghadapku “ya…”
“ga’ jadi…” bodohnya aku, apa yang baru saja kulakuakn. Pasti dia akan menilaiku bahwa aku ini plinplan. Tapi aku juga bingung mengapa aku memanggilnya.
Tak terasa penginapan kita sampai di penginapan. Setelah raja memesan 2 kamar kami pun membersihkan diri terlebih dahulu. Kurebahkan badanku, empuk kasur yang kurasakan seakan memicu rasa letih yang sedari tadi kutahan. Pikiranku pun menerawang kedepan. Selama ini apa yang membuatku sulit menyukai raja yach?tiba-tiba pertanyaan konyol itu muncul dalam pikiranku. Whats? Sejak kapan aku memikirkan hasrat untuk berpasangan. Padahal selama ini rasa itu telah beku. Ya, aku idak pernah bisa menghadapi kenyataan, sebab aku takut sekali mengalami kegagalan seperti kedua orang tuaku. Sehingga perasaan ini bull shit belaka..
Tok tok tok
“siapa?” tanyaku
“rani sudah… katanya mau makan?” oh raja, meskipun dia asing bagiku namun hanya dia yang begitu memahamiku. Akupun tersenyum kecil.
“yach bentar…”
Kubuka pintu kamarnya dan segera kututup kembali pintu tersebut. Lagi-lagi dia terus melihat wajahku dnegan begitu lekat. “ada yang salah?”tanyaku pada raja. Bukanya menjawab pertanyaanku , dia malah mengambil sesuatu dibalik sakunya. Sapu tangan!!! Kemudian sapu tangan itu diusapkannya pada kulit wajahku.
“kamu tidak memebrsihkan diri yach…”
“oh… ya, letih jadi aku tiduran. Emang kotor banget…” aku hanay diam saja saat dia membersihkan dan meyentuh wajahku. Aku tidak berani menatapnya. Kucoba raih saputangannya namun raja mengibaskan tanganku. Dia terus membersihkan wajahku.
“sudah selesai…cemongmu sudah kubersihkan.”
Aku pun meliriknya. Sesungging senyuman yang begitu manis menghiasi wajah menghiasai wajah maskulinnya. Mata kami bertemu, dan entap siapa yang memulai, raja mendartkan ciumannya di bibirku. Hangat dan…
“jangan….” refleks…kudorong diranya. Diapun hanya sedikit berubah posisi. Sebab dengan badanku yang jika dibandingkan hanya seberat 48 kg tak kan dapat membuatnya terpental jauh yang beratnya melebihi beratku yaitu mencapai 70 kg.
“apa yang salah ran… kamu menikmatinya, dan kupikir sebenrnya kamu menyukaiku tapi kamu tidak pernah mau mengakuinya. Benar begitu kan?”katanya sambil tangannya membelai lembut leherku.
“apa yang kau ucapkan aku tidak apham dengan perkataanmu”jawabku sambil memunggunginya.
“mengapa… kamu tidak berani menatapku. Coba lihat mataku kirani larasati suherman. Jangan bohongi perasaanmu?” paksanya sambil menarik bahuku. Akupun mencoba menghindaranya. “aku ngantuk jadi aku istirahat saja” sesegera mungkin akupun masuk kekamarku. Lalu kupasang kunci slot kamarku. Jantungku seakan-akan mau copot. Keras kepala sekali raja itu, dia tidak pernah mau menerima apa yang sudah kukatakan padanya. Dia terus memaksaku untuk merasakan apa yang ingin disampaikannya padaku, dan kini aku seperti telah berhasil merasakan apa yang terus di ungkapkannya padaku. Namun aku bingung, disudut hatiku yang lain aku merasakan bahagia, lebih bahagia dari apa yang kurasakan ketika ku dekat dengan lintang. Namun, di satu sisi aku merasakan ketakutan dan kegelisahan yang begitu hebatnya hingga mengharuskanku untuk senantiasa menghindaranya. Ah………..
“rani…sampai kapan kamu mau menghindar….aku akan terus mengejarmu”
Aku pun diam. Hatiku pun menjadi kalut. Bola mataku panas. Tanpa sadar diujung mataku menetes airmata. Tuhan…kuatkanlah aku. Akupun menagis terisak-isak dengan memeluk bantal kamarku. Ini begitu gila….
***
Mataku sulit sekali terpejam. Perutku juga keroncongan. Karena itu pukul 4 pagi kuputuskan untuk keluar kamar. Barangkali bisa sedikit mengurangi perasaan risau yang kurasakan semalaman.Diluar , lorong penginapan sebanyak 40 kamar tersebut tampak lenggang. Tidak ada orang sama sekali. Aku pun keluar. Semuanya masih gelap dengan bintik-bintik warna warni lampu yang masih menyalah indah.
“indahnya…”pujiku pada pemandangan kota malang yang kulihat dari daratan yang agak tinggi. Semiir hawa subuh yang merayap dikulitku membuatku kian merasakan kenyamanan daerah pegunungan yang tidak pernah dirasakannya di perkotaan. Seandainya aku bisa berlama-lama disini, ini bisa menjadi terapi kegersangan yang kurasakan.
“kamu tidak kedinginan, mana jaketmu?” ujar seseorang dari arah belakang. Aku pun terkaget-kaget. Raja, sejak kapan dia berada dibelakangku. Kupikir aku seorang diri. Ini masih jam 4, bagaimana bisa dia tahu aku keluar dari kamar. Atau jangan-jangan dia sengaja mengikuti setiap apa yang kulakukan. Dengan terbata-bata kujawab “ah ti….dak…” dengan cepat akupun menjauhinya. Kulangkahkan kakiku untuk terus berjalan menghindaranya . walaupun kupercepat langkahku, ini menjadi percuma sebab Raja juga mengikutiku. Jantungku terus berdebar-debar tak menentu, pikiranku kacau. Selama ini aku tidak pernah merasakan situasi yang seperti ini. Sebab, semuanay telah kubatasi, jika aku jatuh cinta pada oran lain pun semuanay berhasil kupendam rapat-rapat. Namun untuk lelaki yang senekat ini, aku belum pernah merasakan. Mengingat dia selalu berada didekatku. Tuhan, apa yang harus kulalukan???
“apa yang kau lakukan?” tanyaku tanpa berani membalikkan badan. Suaraku terdengar bergetar. Langkah kakiku tak kuhentikan sedikit pun.
“entalah…aku juga tidak tahu, kenapa aku terus mengikutimu?”suaranya berbeda. Suaranya terdengar parau. Sakit kah raja. Atau dia memang sedang dalam kondisi yang begitu letih. Kasihan! Tapi aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Ingin sekaliaku melihat dan membantunya. Namun karena sikapnya yang seperti itu membuatku tidak nyaman berada didekatnya. Karena setiap waktu aku merasakan rasa takut,kalut,  was-was, dan tidak bisa mengontrol diri. Bahkan bisa jadi emosiku kian meledak-ledak. Aku ingin keluar dari keadaan yang begini…
Aku semakin bingung. Tiba-tiba aku terisak lagi. Aku berhenti dan tangisku pun pecah. Dengan sigap raja menenagkanku dalam pelukannya. Raja pun merengkuhku.“menagislah jika itu membuatmu lebih baik…” tidak mungkin akan menajdi lebih baik, yang membuatku baik adalah dengan kamu tidak muncul lagi dihadapanku. Tapi jika dia pergi, aku pasti akan merandukannya. Bagaimana perasaanku ini. Menagpa bisa sekacau ini.
“maafkan aku raja… maafkanlah. Aku…aku… tidak bisa terlalu dekat denganmu. Mungkin jodohmu bukan aku, jadi jangan terus mengejarku. Jika kamu terus mengejarku maka kamu tidak akan bisa tahu bahwa kamu akan mendapatkan yang lebih baik lagi” inilah perasaanku ynag sesungguhnya.
“diamlah…aku tidak ingin mendengarkan apa-apa darimu. Jika kamu tidak bisa menerimaku maka biarkan aku terus mencintaimu dengan terus menjagamu…”
“kamu semakin membebaniku raja… aku tidak akan pernah bisa membalasmu. Aku… aku takut… sangat takut…apa yang membuatmu begitu menyukaiku. Padahal kamu tahu sendiri begitu banayk kelemahanku”mimiku sedikit memelas.
“tenanglah…aku akan selalu didekatmu… untuk mencintai seseorang kadang tidak butuh suatu alasan mengapa aku mencintai otrang itu. Namun yang jauh lebih penting adalah aku mencintai dengan setulus hatiku. Aku mencintai dan menginginkan orang yang kucintai menjadi lebih baik lagi, bahagia serta senantiasa bisa berada didekatku walaupun nantinya aku tidak akan pernah memilikimu”
“aku mohon jangan mengharapkanku terlalu jauh. Aku… aku… tidak akan pernah sanggup menerima orang lain dalam hidupku. Pahamilah…”
“tapi kamu pasti butuh sesorang dalam hidupmu walau kamu sendiri mengingkaranya…dan berusaha untuk tidak mengaharapkan seseorang dalam hidupmu” kamu benar raja, tapi aku tidak sanggup untuk mengatakannya karena rasa takutku lebih unggul ketimbang harapan untuk bahagia
Tangan raja menuntunku untuk  menegakkan wajahku agar aku dapat memandangnya. Mata kami pun bertemu. Sirat matanya yang tajam membuatku tak kuasa untuk terus menatap matanya yang lurus itu. Bergetar juda dadaku jika seperti ini, oleh karena itu aku tidak sanggup untuk menatapnya lama-lama. Daguku diangkatnya, sehingga membuat raja dapat menatapku. Pandangan itu kurasakan lagi, begitu dalam hingga kerelung hatiku dan mengusik sudut hatiku yang paling kecil ynag selama ini kubiarkan kosong dan telah kudoktran untuk selalu menolahk stimulus yang seperti ini. Aku tak kuasa untuk terus menatap tatapan yang sangat tajam tersebut, kembali kutundukkan wajahku.
Diraihnya daguku kembali,suasana hening dan tanpa kata. Semuanya  telah terlukiskan  pada sirat mata kita yang sengaja dipertemukan. Dan kembali ciuman itu terulang lagi. Bibirnya yang basah telah mengenai bibirku. Ciuman itu begitu lama diselingi dekapan yang amat erat sekali. Sehingga aku tidak dapat menghentikannya…dekapannya sangta rapat dan membuatku sulit bergerak. Bau kerangatnya pun dapat kurasakan karena posisi yang begitu dekatnya aku dengannya. Mual ketika udara dingin mulai memenuhi perutku dan  Mataku seperti agak buram serta berkunang-kunang lalu semuanya menjadi….gelap.
***
Perlahan-lahan kubukakan mataku. Bau ruanagn yang amat kukenal. Rumah sakit. Begitu kubuka yang ada didepanku hanyalah raja. Sedangkan yang selainnya adalah ruangan dengan cat berwarna putih. Bahkan gordenpun melambai-lambai menemaniku.
“dimana aku…?”tanyaku sambil mencoba untuk duduk.
Raja melarangku “ istirahatlah…kamu terlalu lemah. Ini akibatnya jika kamu tidak makan seharian” ujarnya mirip seorang papa yang memarahi anaknya yang masih kecil. akupun tersenyum. Sembari tidur akupun mencoba-coba mengingat kembali kejadian sebelum aku tidak sadarkan diri.
O.M.G kenapa aku bisa selupa ini. Sebelum aku pingsan, raja menciumku. Ini benar-benar gila. Bagaimana bisa aku bersikap sewajarnya jika orang yang membuatku menajdi salah tingkah terus berada dan memperhatikanku. Bahkan sedekat ini…
“kalau kamu ingin sesuatu bilang saja”katanya memecah lamunanku. Sejenak aku dapat mengamati raut mukanya dengan jelas, begitu bersih dan… mengapa pucat sekali.
“ah …iya…”jawabku terbata. Akupun mencari-cari sesuatu untuk kualihkan pandanganku sehingga aku punya alasan untuk tidak menatapnya.
“aku mau keluar sebentar, barang kali ada yang mau kamu inginkan?” aku hanay menggeleng-geleng saja.
“ya sudah kalau begitu,,,aku keluar dulu. Istirahatlah yang nyaman” setelah pamit. Raja mencium keningku. Whats???
Apa yang dilakukannya? Mengapa dia terus mengkondisikanku dengan kasih sayangnya ini, padahal aku belum pernah mengatakan apa-apa. Dan selama ini, aku juga tidak pernah memberikannya balasan maupun harapan apa-apa, lalu apa yang membuatnya bertahan sedemikian rupa.
Setelah raja berlalu. Beberapa saat kemudian seorang suster masuk sambil memeriksa tensiku.
“kalau ibu sudah baikkan, ibu boleh pulang?”
“benarkah suster?”tanayku tidak percaya.
“ya..ibu hanya kehabisan tenaga saja sehingga istirahat sebentar saja maka ibu akan baikkan”
“ terimakasih suster…”
***
        Kutunggu raja belum juga kembali. Sudah hampir 3 jam dia berlalu mengapa dia belum balik juga. Apa yang sebenarnya terjadi?mengapa dia tak segera kembali? Dasar cowok yang aneh. Kemudian aku pun senyum-senyum sendiri. Sambil menunggu raja akupun berjalan-jalan mengelilingi rumah sakit. Kutitipkan pesan pada seorang suster untuk memberitahukan keberadaanku seandainya nanti raja kembali.
        Rumah sakit ini tidak seberapa besar jika dibandingkan yang ada di Surabaya. Namun lebih asri saja dan masih banayk yang alami. Disudut taman belakang rumah sakit banyak terdapat kumpulan-kumpulan keluarga yang menunggui sanak keluarganya yang dirawat dirumah sakit. Mataku menyapu semuanya dan pandanganku terhenti disebuah ruangan isolasi. Ternyata ruangan itu adalah ruangan untuk test darah.
        Mataku terbelalak melihat seseorang keluar dari sana. Tidak asing.kemudia kupanggil namanya “ Raja…” kuhampiri diranya
        “eh kamu…ran. Sudah baikan?” kuanggukan kepalaku sebagi jawabannya.
        “dari mana kamu? Kenapa lama sekali?” tanyaku khawatir.
        Dia tersenyum kemudian menggandengku pergi.”trus apa yang kamu lakukan di lab tadi?”tanaku begitu aku terangat raja yang kulihat tadi keluar dari ruangan test darah.
        “hanya iseng… nunggu kamu bosan jadi aku coba jalan-jalan”
        Tanpa banyak berpikir aku pun mempercayainya. Kemudian kita menuju waduk serta tempat pariwisata yang ada di malang. Kucoba menikmati semua wahana yang disediakan oleh tempat pariwisata yang ada disana. Berteriak, tertawa sertabersenda gurau…
        Karena keletihan kami pun memutuskan untuk beristirahat didepan sebuah kursi yang disediakan dipinggiran. Didepan kami terdapat sebuah taman dan pemandangan seisi wahana Jatim park 2 tersebut. “letih juga…” keluh ku sambil mengusap kerangat yang muncul sejagung-jagung.
        “ gimana bisa refresh.. ga suntuk lagi kan seperti waktu itu. Sampai-sampai ga’ sadar jika ternyata pergi ga’ bawa uang” goda raja lagi.
        Ah benar yang dikatakannya. Sebelumnya aku pergi karena merasa marah pada lintang. Namun kebersamaanku dengan raja membuatku lupa semuanay sebelum aku bermain di wahana ini. Namun yang ditangkap raja karena permainan di wahana ini. Untunglah…
        “ makasih yach…!” ujarku tersipu.
        “sama-sama… tapi ngomong-ngomong mengapa wajahmu memerah… atau jangan-jangan kamu mulai menyukaiku …” goda raja lagi sambil mencowel pipiku.
        “apa enak aja kalau ngomong” gertakku pura-pura amrah. Tanganku ku taruh dipinggang.
        “hayo janagn bohong…”
        “enggak…”aku pun berlari mengejar raja.
***

        Malam haranya kami pun memutuskan untuk kembali ke Surabaya. Kali ini tidak menggunakan bus melainkan kereta. Sebab kita masih sma-sama masuk kuliah sehingga supaya tidak ketinggalan maka 2 hari dimalang sudah cukup.“ntar sesampainya di surabaya kuganti yach…”pintaku.
        “hm… ga mau?” goda raja lagi. Anak ini memang tidak pernah  mau di ganti.
        “gimana sich… ini kan habis banyak. Apalagi di rumah sakit???”
        “uangku terlalu banyak… sehingga kamu gantipun percuma” ih ni orang sombong taau bercanda sich.
        “trus ku bayar apa sehingga aku tidak berhutang budi padamu. Apapun dech ?”
        “beneran mau bayar apapun?”
        Kujawab dengan jengkel “yach…”
        “ ok kalau begitu mudah saja yang pertama kamu cukup menikah saja denganku, jika ga’ mau maka masih ada option kedua yaitu  jadi pacarku ja dech… gimana?” katanya masih dengan nada bercandanya.
        Mataku melotot. Pura-pura marah. “kalau pilihannya itu ya udah kubayar entar ja…kalau kita ketemu disurga ja…?” kumanyunkan bibirku. Raja pun tergelak. Sesekali menyenggolku. “ ha..ha… kalau marah kok malah kaya’ anak kecil minta permen”
        “ih jangan bikin senewen dech…”
        Kemudian kami berdua pun terdiam. Kita sama-sama larut dalam pikiran masing-masing. Tiba-tiba raja membisikkan sesuatu ditelingaku “apakah kamu beneran ingin membayar semuanya?” kuanggukan kepalaku sebagi jawabannya
        “kalau kamu beneran ingin membayarnya… maka cukup dengan memberikan aku kesempatan di sudut hatimu yang paling dalam” lalu raja pun kembali ke posisinya dan tidur. Pikiranku menerawang. Kembali hatiku berada dalam kegelisaan. Sebenarnya tidak ada alasan yang tepat untuk aku mengatakan tidak, sebab perasaanku sendiri telah tercuranya tanpa pernah kuketahui. Apakah salah jika aku mencoba??? Jika aku merasakan sakit yang dulu, maka bukankah itu sama saja dengan sakitku yang kini kurasakan. Sehingga buat apa aku takut tersakiti lagi.
        Kudaratkan sebuah kecupan dipipi raja yang  sedang terlelap. Kemudian akupun kembali menatap jendela yang menunjukkan pemandangan menjelang petang hari. Beberapa detik setelah itu , kurasakan jemariku telah di genggam seseorang. Erat sekali. Ternyata raja yang menggenggamnya dengan mata maih terpejam. Kubiarkan saja.
            ***
        Hari-hari berikutnya kurasakan seperti pasangan kekasih walaupun diantara kita belum ada komitmen untuk mengatakannya. Namun semuanya berjalan mengalir bagaikan air. Bahkan sama seperti saat ini. Setidaknya mencoba membuka kesempatan dengan mengenalnya lebih dalam lagi…ya sebagai teman setidaknya….
        “hm… aku pengen makan nich, temenin aku yuk… “ajakku pada raja ketika kita duduk-duduk ditaman kampus. “malas ah…”katanya.
        “ ok kalau begitu, aku pergi dulu ja.. perutku melilit” daripada nunggu dia nanti aku bisa mati kelaparan, pikirku. Beberapa meter aku berjalan temanku memanggilku.
        “duh lengket terus “ godanya.
        “dia teman baikku kok do” jawabku pada Edo
        “oh….tapi aku ga’percaya” kamipun terbahak bersama sambil terus berjalan menuju kantin. Sekejap kemudian Raja sudah berada disampingku sambil memelukku.
        “ hai.. do “ sapanya pada Edo.
        “hai ja…”balasnya
        “katanya malas kok nyusul?”tanyaku jengkel. Dasar plinplan. Raja pun hanya tersenyum sembari menatap Edo.
        “emang kamu polos sich ran, dia ikut kan takut kamu digebet ma aku… makanya dia buru-buru nyusul”
        Raja pun menendang edo. Kemudian mereka terbahak bersama-sama. Ternyata raja bisa juga cemburu yach!!! Aku pikir dia bakalan adem ayem aja. Tahu begini dari kemaran kukerjain biar dia tahu rasa ja.
    Sepulang kuliah wajahku berubah seketika menjadi sangat muram. Ibu tiriku menelepon untuk menyuruhku pulang. Papa sakit keras. Namu hatiku belum tergerak sedikitpun untuk kesana. Kemudian raja menghampiriku.
“kenapa?”tanyanya
“papa sakit keras dan menyuruhku untuk pulang” nada suaraku terdengar datar.
“pulang lho…” raja malah menyuruhku.
“bukankah kamu tahu sendiri, aku tidak mungkin bisa memaafkan mereka dengan muda? Aku kan juga sudah cerita padamu bahwa aku sudah tidak mengakui  mereka sebagai keluargaku” airmataku pun keluar.
Diusapnya air mata yang menetes di pipiku. “apa yang salah jika kamu menjenguk mereka?” tanya raja lembut sekali.
“ya salah… ini sama saja dengan aku mengkhianati mama?”
“apa kamu pernah buat dosa? Dan apakah orang lain bisa menerimanya?” tanya raja lagi
Aku terangat pada raja. Sebelumnya aku serang menyakitinya namun dia masih bisa menerimaku.
“punya lah…dan kamu bisa menerima” jawabku
“kamu tahu kenapa aku bisa begitu, karena aku malu pada tuhan. Dia yang maha sempurna serta yang mempunyai andil paling besar pada kehidupan kita saja bisa memaafkan hambanya yang khilaf , apalagi kita sebagai manusia biasa yang sarat akan keslahan sehingga semestinya kita senantiasa membukakan pintu maaf kita buat orang lain?”
Kata demi kata raja membuatku kian tersadar terhadap kesalahan yang selama ini ku perbuat pada papaku. Mungkin inilah cara tuhan membimbing umatnya, yaitu dengan mengirimkannya lewat caranya Tuhan yang tampak kita sadari sebenarnya orang tersebut telah membuat kita sedikit lebih baik.
“tapi sebelumnya aku juga ingin mengatakan sesuatu ran…?”
“ja… kaya’nya aku harus segera ke jakarta. Sebab keadaan papa begitu kritis. Tante Erna meneleponku kemaran”
Dengan berat hati akhirnya akupun terbang ke Jakarta. Raja memaksaku agar dia ikut bersamaku. Karena sebenarnya aku sendiri juga membutuhkannya maka akupun membiarkan raja ikut bersamaku. Dalam perjalanan penerbangan kejakarta tidak henti-hentinya raja menenangkanku atas pikiran negativku terhadap keluarga di jakarta. Inilah keberuntunganku diantara penderiataanku, yaitu diberiaknnya seseorang yang begitu perhatiannya padaku.
Sesampainya dijakarta aku pun langsung menuju rumash sakit yang terletak ditengah ibukota tersebut. Setelah tanya-tanya ke ruang informasi akupun menuju kamar ICU, tempat papa dirawat. Disana hanay ada tante Erna bersaa bagas, adik tiriku yang masih berusia 7 tahun. Tante Erma menyuruhku untuk masuk. Kulihat mata tante Erna sudah bengkak karena terlalu lama menangis. Akupun masuk keruangan papa, smentara yang selainnya menuggu diluar. Lalu, akupun duduk disamping papa sembari menggengam jemari papa yang kaku dan dingin.
“pa.. ini kirani pa… papa sadar yach… kirani minta maaf jika selama ini kirani membuat papa sedih, maafin kirani pa?” tak kuat aku maka tangisku pun membahana di samping papa yang terkulai lemas. Beberapa saat kemudian papa terbangun dan memanggil namaku “rani anak papa!” ah papa sadar . aku kan memberikan kabar gembra ini pada yang diluar. “tante papa sadar…” ujarku spontan. Tante sangat terkejut mendengarnya dan langsung sibuk memanggil dokter. Sementara aku  bahagia juga terkejut melihat raja yang tadinya kudapati memeluk tante erna. Ini janggal sekali.
Papa akhirnya di pindah keruagan umum sehingga kita semua bisa melihatnya. Aku dan tante erna pun begitu senang. Papa dari tadi tidak melepaskan genggamannya dari tanagnku.
“papa sayang kamu kirani..”ujar papa lemah sekali.
“kirani tahu pa….”udah yach papa istirahat ja…” ujarku lembit sambil mengusah telapak tangannya.
“terima kasih raja kamu telah membuat kirani pulang…”ucap papa
Aku bingung. Darimana papa tahu jika ini raja, bagaimana papa bisa mengenalinya dan apa maksud membuat kirani pulang. Kulirik raja dia ahnay tersenyum pada papa.
“om , gendong bagas donk, biar bagas bisa lihat papa?”renggek bagas manja pada raja.
Bagas, terlihat akrab sekali pada raja. Mungkin ini semua kebetulan semata. “bagas jangan gitu donk… om raja kan juga cape baru datang, ,”ucap tante erna lembut.
Aku tidak perlu ambil pusing itu semua sebab yang kulakukan hanyalah melihat kondisi papa.
“om, mana oleh-olehnya dulu om kan janji kok sekaarng ga’ bawa oleh-oleh sich”
‘apa gas dulu?”tanyaku memastikan
“em gini maksudnya ran…”raja segera menegahi kebingunganku namun bagas yang menyambar cepat “iya kak, om bagas dulu kan janji waktu baru datang dari amerika jika dia pulang dari surabaya , om raja amu bawa oleh-oleh…?”
“amerika…?”
“iya…om raja ini kan adik mama yang dari amerika itu lho… keren yach?”
Apa…amerika? Adik tante erna. Berarti selama ini, aku dibohongi. Pantas saja…raja seperti tahu semua tentang aku. Dengan sedih akupun beranjak pergi walaupun papa memanggilku “kirani…papa bisa jelaskan…”
“rani..tunggu…”teriak raja mencoba menjajari langkahku.
Sebelum aku keluar kulihat tante erna yang kebingungan. Sialan semuanya… ini semua rencana mereka. “Rani tunggu” raja menraik tanganku untuk menghentikan langkahku. Tapi aku terlanjur muak…aku ingin pergi, dari ghadapan mereka jika perlu untuk selamanya.
“rani…” kali ini raja berhasil menarikku. Sehingga aku pun berhenti.
“cukup ja…aku tidak mau mendengarkan penjelasan apapun dari mu. Kalian semua berhasil… berhasil memperdayaiku… selamat”kuulurkan tanganku
“kamu salah paham ran…”
“ya…aku salah, seharusnya aku peka dari awal kalau ini semua rencana bajingan dan nenek sihir beserta anteknya, yaitu kamu” bahasaku kian liar. Namun emosiku kian memuncak
“jaga bicaramu, itu papamu dan …”
“dan apa ? dan kakak tersayangmu… hebat. Drama kalian hebat menagpa tidak sekalian main film”
Tanpa banyak basa-basi aku pun meniggalkan raja. Walaupun kuketahui raja masih berusaha mengejarku namun aku tetap tak peduli. Eku terus berlari dan terus berlari.
Persendianku kian nyilu. Daya hidupku seakan-akan hilang melihat kenaytaan yang menimpaku. Awalnya ku yakin inilah akhir dari kebahagiaanku namu semaunay lenyap dan menjadi mustahil bagiku. Aku telah tertipu… tertipu oleh musuhku sendiri. Bajingan………….
Kurebahkan tubuhku di pohon yang berdiameter 0.5 meter yang berada di taman rumah sakit. Air mataku kian deras membanjiri. Aku terjatuh untuk kesekian kalinya. Ha…..
“ran…kau baik-baik saja”panggil raja
“pergi… pergi kau. Aku tidak mau melihatmu lagi…”teriakku parau.
“izinkan aku menjelaskan semuanay ran…”
“kalau kau tidak pergi aku yang pergi…”aku pun berlalri menjauh. Untung ada taksi maka akupun segera melaju kencang bersama taksi yang kucegat tadi. Disaat aku menagis terdengar suara telepon berderang…
“halo..”
“rani…kamu kenapa suara kamu kok tidak seperti biasanya?”tanya seseorang diseberang telepon sana.
“kak lintang aku randu kakak…ceritanya panjang. Aku…bingung”balasku
“kamu dimana?”tanya lintang lagi
“jakarta…” desahku
“sejak kapan kamu kejakarta. Kenapa kamu tidak mengabariku dulu. Apa raja yang mengajakmu?”
“yach…”
“berarti kau sudah mengetahui siapa raja…”
“ kak lintang juga tahu, tapi kenapa tidak bilang padaku”
Lintang diam. Kemudian baru menjawab lagi “karena kupikir ini bisa membuatmu bersatu lagi dengan keluargamu ran…”
“tapi semuanay salah besar, kini aku malah sakit… sakit sekali…” rantihku lagi. Seandainya saja lintang ada disini mungkin aku akan menangis dalam pelukannya.
“maafkan aku ran… aku tidak ingin membuatmu kecewa…”
“aku akan segera ke surabaya…”kututup teleponnya. “Stasiun pak”ujarku pada supir taksi yang kunaiki.
Beberapa saat kemudian. Tilililit  tilililit ….
Hpku bunyi kembali. Kulihat nomor yang tertera pada layarnya. Raja.
“ada apa lagi? Jangan buat aku semakin marah…”
“ran cepetan balik…”suara raja terdengar ngos-ngosan.
“kamu pikir aku ga’ waras. Jangan buatku semakin membenci kalian semua. Dasar penghancur keluarga orang…apa yang kamu dan kakakmu lakuakan sungguh tak beradab. Apa yang membuatmu tega seperti itu. Uang? Ambil uang papaku aku tidak pernah butuh uang…”
“neng stasiunnya sampe”ujar pak sopir tersebut. Segera kumatikan telepon dari raja. Setelah kubayar aku pun masuk kedalam stasiun. Jurusan surabaya pukul 16.00 masih satu jam aku menunggu. Akupun pergi keruang tunggu sambil melamun.
Ujung jarum telah berdetak begitu lambatnya. Bolak-balik kulirik jarum jam yang masih menunjukkan 30 menit berlalu.
“ikut aku pulang…” seru seseorang sembari menarikku. Kudngakkan kepala melihat gerangan yang berbicara. Raja.
“ga’ mau, lepasin …”selorohku sambil terus berusaha untuk lepas dari tangannya yang kekar.
“cepat ikut kalau tidak kamu akan menyesal…”
Akupun tertawa menyerangai. Mengejeknya dan berpura-pura acuh tak acuh.
“papamu meninggal…” ujarnya sendu
“apa…?” seketika bibirku bergetar. Kakiku seakan sulit menumpuh badanku yang berdiri. Kenyataan macam apa lagi yang terjadi.
“papamu meninggal karena serangan jantung…” raja mengulangi pembicaraannya.
Seketika lututku seakan-akan lemas. Aku benci pada papaku mengapa aku menangis untuknya ? tanpa berbicara raja menarikku untuk mengikutinya. Akupun masuk dalam mobilnya menurut tanpa berani menolak sedikitpun. Pasrah! Seakan-akan ada sebuah beban yang begitu berat menumpuhku. Akupun Diam dengan menahan tangisku yang kuusahakan agar tidak meledak. Sebentar-bentar raja melirikku. Kemudian dia menepuk-nepuk pundakku. Untuk setidaknya menunjukkan simpatinya.
Begitu tiba hingga pemakaman papa aku hanya diam dengan mata yang kosong. Aku tidak peduli lagi orang-orang disekitarku. Meskipun sedari tadi tante erna menangis dan terus pingsan, bagas yang menjerit-jerit hingga raja harus menenangkan mereka, aku tak peduli semuanay. Akupun beranjak kebelakang. Aku duduk disamping kolam renang yang sedang sepi. Diam tanpa bicara…
Malam semakin gelap. Bahkan bulan pun telah duduk disinggasananya tak membuatku untuk beralih. Aku tetat diam dan terpaku. Tangisanku sudah habis namun rasa sakit ini masih terasa seperti teriris-iris oleh sebuah silet yang tajam.
Aku tak menyadari jika raja juga sudah duduk disampingku. Dia terus menatapku tanpa berbuat apa-apa sedikitpun. Lama sekali dia menatapku lekat. Kini diapun berdiri dan berkata “maafkanku…”kemudian raja berlalu. Sepeninggal raja,  kembali aku terisak lagi. Kali ini menambah daftar piluku.
Sayup-sayup terdengar ayam berkokok. Kupicingkan mataku yang baru selesai terpejam. Aku tertidur di sini! Pikirku. Namun kemaran aku tidak mengenakan selimut sedang  kini aku telah berselimut cokelat. Seseorang pasti telah memberikannya padaku. Aku pun mencoba untuk duduk tegap. Kuamati sekitarku. Masih sepi.dari kolam renang ini yang hanya dibatasi oleh jendela kaca membuatku bisa melihat ruang keluarga yang terdapat sebuah televisi layar datar 20 inci, 1 set mini compo, beserta DVD players. Kamudian mataku menyisir sofa biru panjang. Biru??? Bukan bukan berwarna biru melainkan berwarna cokelat. Berwarna biru itu karena ada seseorang yang tertidur di sofa tersebut. Raja. Celana yang dikenakannya sama dengan milik raja. Berarti yang tidur disofa itu raja…
Aku pun masuk kedalam rumah. Langkah kakiku melangkah ke dapur. Kubuka kulkas dan kuambil segelas air putih yang da disana. Tenggorokanku pun terasa dingin.
“kau rupanya, kupikir siapa…” akupun pun kaget mendengar suara dibelakangku. Dia lagi. Aku diam dan tidak menjawabnya. Kulirik jam didinding yang menempel diatas kulkas. Pukul 3.30 masih pagi rupanya. Kita pun sama-sama diam.
    “kamu masih marah…” aku tidak mengeluarkan sepatah kata pun.
    “sebenarnya dulu aku sempat mau jujur padamu…” raja memulai bercerita padaku.
“ dulu, aku juga tidak sepakat dengan kakakku yang kuanggap juga melakukan sebuah kesalahan terbesar, yaitu berhubungan dengan pria beristri. Pada saat itu papamu mengalami kebangkrutan. Semua perusahaannya tidak dapat dipertahankan, sehingga mau tidak mau perusahaan itu dijual. Dan pembelinya adalah kakakku. Saat itu kakakk tetap menyerahkan jababan direktur kepada papamu karena dianggapnya papamu jauh lebih memahami. Begitulah awalnya hingga mereka merasakan jatuh cinta. Namun papamu juga tidak mau meninggalkan keluarganya yang dulu sehingga papamu  menikah diam-diam dan ku juga tidak tahu siapa yang memberitahukan pada mamamu hingga dia menyusul kesini hingga kecelakaan itu terjadi. Akhirnya kamu pun diboyong kesini untuk tinggal bersama. Sebenarnya pada saat kamu menginjak kelas 3 aku sedang liburan disini. Tapi karena kamu sudah menutup diri sehingga kamu acuh bahkan tak pernah keluar kamar sedikitpun. Sejak itulah aku mengenalmu. Kakaku banyak menceriatakan tentangmu padaku, dia sebenarnya sayang padamu namun selalu kau berikan respon yang negativ. Ditambah lagi papamu juga menceritakan dirimu padaku. Sejak itu aku mengenalmu dan semakin penasaran denganmu. Aku senantiasa mengamati setiap gerak-gerikmu. Saat bertengkar dengan papamu, keras kepaalamu yang berusaha meminta untuk hidup sendiri, setiap pagi turun hanya untuk kesekolah dan mengambil koran dirumah untuk dimasukkan dalam tasmu, kegiatan melamunmu setiap sore di jendela, bahkan pola makanmu yang baru mau makan ketika semuanay telah makan. Aku mulai mengamatimu. Ketertarikanku untuk mengenalmu lebih dalam inilah yang membuatku senantiasa memikirkanmu. Aku begitu kagum dengan semangatmu yang tinggi walaupun semuanya kamu orientasikan hanay untuk emosi semata. Namun aku salut karena dengan itulah kamu menjadi kuat, mandiri dan mampu menunjukkan pada sekitarmu kamu adlaah orang-orang yang hebat. Sehingga wajar jika beasiswa, prestasimu pun tidak perlu diragukan lagi. Aku semakin terkesima untuk mengenalmu lebih dalam, aku ingin sepertimu yang amat tegar dan kokoh. Ketika kamu ke tokoh buku hingga larut malam, sebenarnya aku juga kesana. Sehingga wajar jika papamu tidak pernah mencarimu karena aku senantiasa berada didekatmu. Itu karena kamu terlalu sibuk dengan dirimu sendiri sehingga wajar kamub tidak pernah tahu aku… padahal aku begitu dekat denganmu. Begitu aku tahu kamu kuliah di surabaya dan hingga 1 tahun tidak pernah mau pulang kerumah. Inilah yang membuatku memutuskan untuk pindah kualiah kesuarabaya bukan ke amrik. Lagi-lagi kamu tak menyadariku. Dari jauh kuamati dirimu hingga kutemukan cara dengan meyamar sebagai teman lintang. Semua ini kulakukan karena aku suka denganmu, aku sangat sayang padamu… bukan karena aku telah bekerjasama dengan kakakku maupun papamu. Mereka amat menyanyangimu ran…”
        Aku diam tanpa bersikap sedikitpun.
    “semua ini bergantung padamu. Percaya atau tidak…” ujarnya kemudian dia berlalu.
    Perasaanku seperti terkoyak-koyak. Apa yang harus kuperbuat. Ya Allah…berilah aku jalan untuk mengambil langkah yang terbaik.
            ***
Semester ini raja wisuda. Sejak dari pemakaman papa aku memutuskan untuk kembali ke surabaya. Aku meneruskan kuliahku yang tinggal 1 tahun ini dan berencana untuk berkarir di luar pulau. Agar aku tidak bertemu dengan raja maupun tante erna. Meskipun berulang kali raja berusaha untuk mendekati dan meminta maaf padaku namun aku terlalu takut untuk memberikan kesempatan kedua. Sudah dua kali aku sakit , aku tidak mau sakit untuk ketiga kalinya. Selain itu pertimbanagnku juga adalah Aku tidak mau hubungan keluarga yang muali kujalin berantakan hanay karena hubunganku dengan raja . Hanay wanita bodoh yang mau merasakan jatuh kelubang sama untuk ketiga kalinya. Bukan karena aku sombong , namun aku ingin sejenak bernafas tanpa menanggung beban yang berat di pundakku. Aku juga sadar diri bahwa aku bukanlah satu-satunya wanita yang sempurna. Kupikir, dengan jauh dariku akan memberikan kesempatan pada yang selainnya. Kepada semua gadis yang jauh lebih baik lagi . aku ingin mempunyai keluarga yang bisa mendukungku dalam keadaan apapun. Sehingga aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kedekatanku yang mulai kurajut dengan tante erna dan bagas.
Sementara itu pula. Lintang juga menembakku. Sebenarnya dia berniat untuk putus dengan dewi sudah lama namun karena takut menyakiti maka lintang memilih waktu yang tepat. Sebab ketika dekat denganku dia merasa jauh lebih nyaman. Aku tidak memberikannya jawaban. Rasa trauma yang membekas dihatiku membuatku sedikit lebih waspada dari sebelumnya. Kini aku merasa sedikit lebih nyaman dengan kesendirianku.
Tante erna dan bagas pergi ke surabaya untuk menyaksikan acara wisuda raja. Tante erna serta raja memintaku untuk hadir karena dirasa kita masih satu keluarga denganku. Berbeda alasan dengan tante erna, dia memintaku untuk menimaninya karena alasan tidak tahu jalan. Hitung-hitung membalas budi maka akupun tidak banyak alasan untuk menolak ajakan mereka semua.
“kak rani…entar ajak bagas ya jalan-jalan….”renggek bagas. Ditariknya bajuku. Akupun mengiyakannya. Bagas telah membaut salon semakin berisik selain dari bunyi suara gunting serta hairdryer. Tante erna wajar terlalu repot karena selama ini mereka memang tinggal berdua saja. Kedua orang tua mereka meninggal saat raja menginjak bangku kuliah. Otomatis kekayaan orangtuanya jatuh ke tangan mereka.
“selesai mbak…”ujar pegawai salon pasca mendadaniku. Kucoba lihat hasil kerjanya. Gaun biru muda modif kebaya  ini membuatku lebih mudah dan segar. Tatanan rambut yang semuanya dibiarkan tergerai namun dikriting sosis dengan diujung satunya diberikan hiasan daun yang melengkung hingga keatas mengesankan kemewahan mebuatku terlihat seperti hendak menghadiri sebuah pesta namun bergaya khas remaja.
    “wih kak rani cantik banget…”teriak bagas membuatku kian tersipu.
    “ma, lihat…kak rani cantik banget kan…!” seloroh bagas membuat tante erna ikut memperhatikanku. “yaiya donk…putri dan pangeran mama kan cantik dan ganteng….” Puji tante erna padaku maupun bagas disusul senyum manis tante erna yang tertuju padaku. Bagas pun memeluk tante erna.
Kami pun menuju tempat wisudanya. Acaranya begitu besar dengan umbul-umbul yang dipasang dipintu masuk. Tepuk tangan riuh membahana ruangan itu. Suasana haru dan bangga memenuhi ruangan tersebut. Raja terlihat gagah dan tampan. Wajah indonya semakin tampak bersinar dengan baju toga yang dikenakannya. Dia tersenyum pada kami. Setelah acara foto-foto akupun mengantarkan tante erna ke kediaman raja. Selama ini memang raja tinggal dirumah yang dibelinya bukan seperti yang indekost. Pasca itu aku berpamitan pada tante erna, bagas maupun raja untuk pulang dahulu. Sebelum pergi bagas mengingatkanku untuk menempati janjinya. Sedang raja menyuruhku menunggunya sebentar.
“rani…boleh aku minta foto berdua denganmu…?”raja tiba-tiba memintaku. Kuanggukan kepala tanda setuju. Baru setelah foto berdua dengannya akupun balik ketempat kostku yang berjarak kurang lebih 6 km dari rumah raja.
Malam harinya aku dibangunkan oleh ketukan lintang yang menyuruhku untuk segera bangun. “ada apa?”tanyaku pada lintang. Lintang menceriatkan bahwa baru saja tante erna telepon di telpon rumah lintang untuk mengabarkan jika raja masuk ruang iccu. Terkejut aku mendengarnya sebab sebelumnya dia masih baik-baik saja. Lintang bersedia untuk mengantarku kerumah sakit.,
“tante… apa yang terjadi?” tanyaku begitu tiba di rumah sakit dan bertemu dengan tante erna. Tante erna malah menagis sesenggukkan di dalam pelukanku. Setelah kondisi agak tenang baru tante erna menjelaskannya padaku, bahwa sebenanya raja mengidap penyakit kanker darah. Dan usianya tidak lama lagi. Bertahun-tahun sudah ini ditutupinya rapat-rapat.
Ya allah mengapa kau sellau mengambil sumber kebahagiaanku. Apakah benar bahwa aku selamanya akan menderita. Walau hanya sebagai keponakan namun aku bahagia bila raja baik-baik saja. Ini begitu lain. Disaat aku begitu mengharapkan kebahagiaan segera itu pula kebahagiaan itu akan hilang. Namun ketika aku mulai melupakannya maka kau mengujikulagi dengan menawarkan kebahagiaan yang sekaan-akan iming-iming bahagia  yang tertunda. Seperti halnya lintang, papa, dan raja. Apakah ini menandakan jika semua kebahagiaan menjadi mustahil bagiku… ah….


0 Responses to “Semuanya Mustahil Bagiku”

Posting Komentar

tinggalkan keritik dan saran anda,,,,,, salam sahabat...